Setiap anak berbeda dan unik. Ada yang sulit, ada pula yang mudah beradaptasi. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Sebuah Cerita..

Begitu bel berbunyi, dia berteriak, “Horeee!” Namanya Faiq. Dialah anak pertama yang berbaris dan memilih paling depan dekat dengan Bu Guru. Beberapa anak kemudian mengikuti Faiq dan mengambil tempat dibelakangnya.

“Saya yang memimpin ya Bu!” teriak Faiq sambil mengacungkan tangan tanpa diminta. Setelah diizinkan oleh Bu Guru, Faiq dengan gembira maju dan menghadap ke arah teman-temannya, berteriak “Siaaap grak!” Ibu dan Ayahnya hanya menunggu dari kejauhan dan tertawa geli melihat tingkahnya.

Faiq sering bilang ke Ibunya agar tak perlu ditunggui ketika belajar di sekolah, “Malu Bu” katanya, “kata Ibu Guru, anak yang berani sekolah sendiri berarti kesatria, Faiq ingin menjadi kesatria seperti Rasulullah” kata Faiq kepada Ibunya yang sering menceritakan kisah-kisah kepahlawanan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Ada lagi Ziyad, dia berdiri tiga baris dibelakang Faiq. Bocah ini sebentar-sebentar menoleh mencari ibunya yang berdiri di belakang barisan, takut ditinggal.

Ada juga seorang anak yang tak mau ikut berbaris dan masih menempel erat di kaki ibunya, Fadwa, wajahnya nampak sangat tegang. Ketika diajak berbaris oleh Bu Guru ia justru semakin erat mendekap ibunya. Terpaksa ibunya menyertainya, berdiri dalam barisan seperti Faiq dan teman-temannya.

Ketika akhirnya anak-anak masuk kelas dan Bu Guru mulai berbicara, ibu Fadwa terpaksa ikut duduk di kelas memangku Fadwa karena anaknya sama sekali tidak mau lepas dari ibunya.

Ibu Ziyad menunggu di luar kelas dekat jendela, dia harus selalu nampak oleh Ziyad. Pernah Ibunya coba ke kamar mandi, tidak lama Ziyad pun menangis keluar kelas, mengejar, dan mencari ibunya.

Beda halnya dengan Faiq. Sejak dari rumah Faiq sudah wanti-wanti, “pokoknya ibu tidak usah nungguin Aiq, malu sama teman-teman.” Ketika pernah Ibunya coba mengintip dari jendela dan kebetulah nampak oleh Faiq, si calon kesatria ini pun langsung keluar kelas marah pada ibunya.

Perilaku ketiga anak ini cukup untuk mewakili gambaran karakter anak pada umumnya. Faiq adalah tipe anak yang mudah beradaptasi dengan lingkungan dan suka mencoba sesuatu yang baru. Anak-anak seperti ini biasa diistilahkan sebagai anak yang “mudah”.

Ziyad tidak seberani Faiq. Untuk beradaptasi dengan lingkungan pun tidak segampang temannya itu. Tipe seperti ini disebut dengan anak yang “perlu waktu pemanasan”. Sebaliknya yang masih sangat takut seperti Fadwa diistilahkan dengan anak yang “sulit”.

Tipe pertama – mudah

Kelebihan :

  • Mudah bergaul
  • Berani, terbuka, dan apa adanya
  • Menyenangkan
  • Lincah
  • Suka tantangan

Kekurangan :

  • Terkadang menjadi hiperaktuf
  • Relatif sulit dikendalikan
  • Butuh pengamanan lebih karena menyukai tantangan beresiko

Tipe kedua – perlu pemanasan

Kelebihan :

  • Berhati-hati terhadap lingkungan baru tetapi tidak penakut

Kekurangan :

  • Perlu sedikit waktu untuk beradaptasi
  • Perlu dorongan awal untuk mencoba sesuatu yang baru atau menghadapi rintangan

Tipe ketiga- Sulit

Kelebihan :

  • Mudah diatur dan dikendalikan, karena sangat tergantung kepada orang tua
  • Lebih kerasan berada di rumah
  • Biasanya tumbuh menjadi lebih sabar dan telaten walau tidak lincah

Kekurangan :

  • Terlalu tergantung pada orang tua/pengasuh
  • Sulit beradaptasi
  • Cenderung pemalu dan penakut

Anak-anak memiliki tipenya masing-masing, dan bisa berubah atau dikembangkan sebagaimana pola asuh dan lingkungan tumbuh-kembangnya. Secara sekilas kebanyakan orang tentu kagum dengan anak tipe mudah. “pandai”, “enak”, “nyantai ngasuhnya”, “tidak merepotkan”, begitu sebagian besar komentar Ibu-Ibu.

Namun, tipe anak ini sangatlah rentan. Teman, tontonan, dan lingkungan dapat membawa nilai positif dan negatif. Salah pola asuh, penetapan batasan, larangan, cara memerintah, cara membujuk, hingga nilai-nilai yang diajarkan oleh tontonan dan orang-orang disekitarnya akan menjadikannya seorang anak yang suka melawan dan sulit diberi pengertian.

Tipe anak “perlu pemanasan”, mereka tidak terlalu berani, tidak pula penakut. Yang jelas, ia perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Setelah tenggang waktu tersebut, mereka akan memperoleh kepercayaan dirinya kembali, hingga ia bisa menjadi begitu berani seperti anak-anak tipe “mudah”.

Dengan orang yang belum dikenal mereka hanya diam walapun buka berarti penakut. Tetapi setelah kenal, mereka bisa saja segera akrab. Anak-anak ini perlu dorongan semangat dan motivasi dari orang tua dan orang-orang disekitarnya, dan biasanya senang dengan pujian.

Tindakan orang tua yang tergesa-gesa dan memaksa bukanlah pemecahan masalah yang baik. Biasanya ketika anaknya masih menunjukkan gelagat ragu-ragu atau takut, mereka menjadi gusar. Lantas keluar dari mulutnya omelan, sindiran, bahkan ancaman. Lebih parah lagi bila memaksakan anak yang sedang dalam proses penyesuaian untuk segera melakukan yang diminta orang tua.

Waktu pemanasan untuk anak tipe ini bisa dipersingkat dengan latihan-latihan dan memperluas kehidupan sosialisasinya. Sebelum anak dilatih dengan membawanya ke tempat-tempat baru baginya, lebih baik bila diberi pengertian dan motivasi terlebih dahulu agar anak tidak terlalu terkejut dan sudah mengenal lingkungan baru tersebut lewat cerita Ibunya. Selain itu juga, meningkatkan keberaniannya dengan permainan tertentu yang mengembangkan keberaniannya.

Tipe anak “Sulit”, anak tipe ini sering makan hati orang tua, membuat gemas, jengkel, bahkan malu. Dengan orang-orang yang belum dikenalnya ia sama sekali tak mau bicara, salaman, bahkan bersembunyi. Padahal di rumah, dia anak yang lucu, tingkahnya jenaka, terbuka dan banyak bicara. Ketika tiba di lingkungan baru, ia berubah menjadi anak penakut, pasif, pemalu, bahkan selalu menempel dengan orang tuanya.

Satu-satunya yang bisa dilakukan orang tua terhadap anak seperti ini adalah bersabar menunggu waktu. Hanya waktu yang bisa menyelesaikannya. Tak ada gunanya memarahi, mengomel, mengejek, memaksa, memukul, ataupun membanding-bandingkannya dengan anak tipe lainya. Hal itu hanya akan menghilangkan kepercayaan dirinya dan kasih sayangnya kepada orang tuanya.

Penyebab utama perilaku anak tipe “sulit” ini biasanya karena faktor kurangnya keberanian, kurangnya latihan bersosialisasi dengan lingkungan, dan bisa juga karena faktor keturunan. Cara mengurangi rasa kekhawatiran yang berlebihan terhadap lingkungan baru adalah dengan pembiasaan, pemberian pengertian, dan motivasi disamping meningkatkan keberanian secara umum.

Dengan memahami psikologi anak, in syaa Allah kita bisa mengatur dan mengarahkannya untuk menjadi anak yang shalih, bahagia, optimis, berprestasi, dan sukses di masa yang akan datang.  Wallaahu a’lam..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *