Baiti jannati, rumahku surgaku, itulah impian setiap laki-laki dan perempuan yang baru menikah ataupun akan melangsungkan pernikahan. Namun, nyatanya, yang banyak terjadi adalah, setelah pernikahan beberapa waktu, berubah, rumahku penjara bagiku, atau rumahku bagaikan neraka bagiku, berangan-angan seandainya tidak menikah dengannya.
Berumah Tangga bukanlah perkara mudah, pasti banyak terjadi permasalahan di dalamnya.
Percayalah tak ada rumah tangga yang mulus mesra sepanjang hayat. Mesti ada pertengkaran dan perselisihan walau nampaknya adem-ayem dari luar. Dari masalah ekonomi, dapur, ego, manajemen, ngatur anak, hingga masalah prinsipil dan berbagai faktor eksternal.
Dua orang yang berbeda diikat dalam ikatan suci pernikahan. Ada persamaan namun tentu pastinya lebih banyak perbedaan. Namun, perbedaan takkan jadi masalah atau konflik ketika sama-sama saling memahami, memaafkan, dan berlapang dada.
Perbedaan justru menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menguatkan, karena masing-masing pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, maka saling memperbaiki kekurangan satu sama lain bekerja sama ke arah yang lebih baik.
Kemudian yang terpenting ketika terjadi konflik, maka masalah rumah tangga sekecil apapun harus segera diselesaikan, jangan sampai menyimpan dendam apalagi diekspos. Sebisa mungkin bersabar menjaga lisan, saling meminta pengertian, saling menjaga aib, berlapang dada, mencari hikmah, mengingat-ingat kebaikan atau sisi positif dari pasangan, dan membangun komunikasi yang efektif.
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisaa’: 21).
Berumah tangga adalah membangun tim. Tim yang solid dan baik, saling berusaha menyenangkan pasangan, menjaga perasaan, memberikan yang terbaik satu sama lain, mengejar impian dan target hidup bersama-sama.
Menikah bukan sekedar memuaskan kebutuhan seksual, ini yang banyak salah dipahami oleh kebanyakan orang, membayangkan pernikahan hanya sebagai sesuatu yang menyenangkan karena bisa memuaskan kebutuhan seksualnya di jalan yang halal. Menikah seharusnya dipahami kepada sesuatu yang lebih luas yaitu untuk mengarungi samudera kehidupan bersama pasangan dan menghasilkan keturunan yang baik hingga akhir hayat dengan bahagia, meraih ridho Allah dan surga-Nya.
قَالَ الإِمَامُ الذَّهَبِيُّ رَحِمَهُ اللهُ: يَحْيَى بْنُ عِيْسَى بْنِ حَسَنِ بْنِ إِدْرِيْسَ أَبُوْ البَرَكَاتِ الأَنْبَارِيُّ رَحِمَهُ اللهُ. الوَاعِظُ الزَّاهِدُ. رُزِقَ أَوْلَادُ صَالِحِيْنَ فَسَمَّاهُمْ: أَبَا بَكْرٍ وَعُثْمَانَ وَعُمَرَ وَعَلِيًّا وَكَانَ أَمَّاراً بِالمَعْرُوْفِ وَنَهَّاءً عَنِ المُنْكَرِ. مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ. كَانَ هُوَ وَزَوْجَتُهُ يَصُوْمَانِ النَّهَارَ وَيَقُوْمَانِ اللَّيْلَ وَخَتَمَا أَوْلَادَهُمَا القُرْآنَ.
Imam Adz-Dzahabi (W 748 H) rahimahullah menyebutkan dari Tarikh Baghdad ‘wa Dzuyuluhu’ karya Al-Khotib Al-Baghdadi (W 463 H) rahimahullah (24/211): “Yahya bin ‘Isa bin Hasan bin Idris, Abu Al-Barakaat Al-Anbaari (W 552 H) rahimahullah, penasihat, zuhud, dikaruniai anak-anak yang shalih, dia menamakannya : Abu Bakar, Utsman, Umar, ‘Ali. Terkenal sebagai seorang yang senantiasa beramar ma’ruf nahi munkar, mustajab doanya, semasa hidupnya, dia dan istrinya senantiasa berpuasa di siang hari dan qiyamul lail di malam hari. Keduanya bersama-sama menjadikan semua anak-anaknya khatam menghafal Al-Qur’an”.
Demikianlah diantara potret rumah tangga Para Ulama, yang mana mereka menikah untuk tujuan yang mulia, beribadah dan melahirkan keturunan-keturunan Ulama yang bermanfaat untuk Islam dan Kaum Muslimin.
Kalau niat menikah seseorang itu benar, in syaa Allah akan diberkahi oleh Allah, namun kalau niatnya hanya untuk kepuasan seksual atau untuk harta semata, maka pasti takkan diberkahi dan wajar saja kalau kemudian sering terjadi cekcok, KDRT, perselingkuhan, hingga perceraian.
والله تعالى أعلم وهو ولي الهداية والتوفيق..
ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما. ربنا هب لنا من لدنك ذرية طيبة إنك سميع الدعاء.. اللهم آمين.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *