Masuk Tahun 34 H

Pada tahun ini orang-orang yang membangkang dari ketaatan kepada Utsman dengan terang-terangan memusuhi beliau. Mereka mengirimkan utusan untuk menanyakan kebijakan-kebijakan yang ia keluarkan dan menuntut Utsman agar mencopot para gubernurnya serta menggantikan posisi mereka dengan para shahabat senior dan terdahulu masuk Islam. Apa yang mereka lakukan ini terasa berat sekali untuk Utsman. Utsman kemudian mengirimkan surat kepada para komandan pasukannya untuk hadir guna meminta pendapat dan bermusyawarah. Ketika itu Utsman memutuskan untuk tetap mempekerjakan gubernur-gubernur yang ada tanpa mengubah sedikitpun. Utsman berusaha melunakkan hati mereka dengan memberikan harta kemudian memerintahkan agar mereka dikirim ke peperangan di perbatasan negeri kaum muslimin.

Ketika para gubernur kembali ke masing-masing daerah, penduduk Kufah menghalangi Sa’id bin Al-Ash untuk masuk ke Kufah. Mereka melakukan ini dengan menenteng senjata. Sa’id bin Al-‘Ash kemudian kembali ke Madinah. Maka pecahlah api fitnah. Penduduk Kufah menulis surat kepada Utsman menuntut agar mengangkat Abu Musa Al-Asy’ari sebagai gubernur mereka. Utsman kemudian memenuhi tuntutan yang mereka ajukan. Di Mesir muncul seorang lelaki yang disebut dengan Abdullah bin Saba. Seorang Yahudi yang menampakkan keislaman. Ia berkata kepada seorang lelaki, “Bukankah telah benar disebutkan bahwa Isa bin Maryam akan kembali ke dunia ini?” lelaki itu menjawab, “lya benar.” Abdullah bin Saba kemudian berkata kepadanya, “Maka Rasulullah lebih utama dari Isa, oleh karenanya kita tidak mengingkari bahwa Muhammad akan kembali ke dunia ini karena dia lebih utama dari Isa bin Maryam. Abdullah bin Saba kemudian berkata kepada lelaki itu, “Muhammad sendiri telah berwasiat kepada Ali bin Abi Thalib, maka Muhammad adalah penutup para nabi dan Ali adalah penutup orang-orang yang diberikan wasiat.” Abdullah bin Saba melanjutkan perkataannya, “Maka Ali lebih berhak dengan kepemimpinan daripada Utsman, dan Utsman telah sengaja mengambil kepemimpinan yang bukan miliknya.” Akibat dari perkataan ini banyak sekali penduduk Mesir yang terfitnah, Mereka kemudian menulis surat kepada kelompok-kelompok awam dari penduduk Kufah dan Bashrah. Mereka kemudian membantu penduduk Mesir atas apa yang disampaikan. Mereka kemudian saling berkirim surat perihal ini.

Dalam sebuah diskusi antara Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan, Ali berkata, “Aku menyumpahmu atas nama Allah, apakah kamu tahu bahwa Muawiyah lebih takut terhadap Umar daripada takutnya budak Umar terhadap Umar?” maksud Ali adalah bahwa Mu’awiyah sangat takut kepada Umar. Utsman berkata, “Iya.” Ali berkata, “Karena sesungguhnya Mu’awiyah memutuskan banyak perkara tanpa pertimbanganmu sedangkan kamu mengetahuinya dan berkata kepada orang-orang. “Ini adalah perintah Utsman,” hal ini sampai padamu dan kamu tidak mengubah apapun terhadap Mu’awiyah.”

Masuk Tahun 35 H

Di Mesir muncul satu kelompok dari anak-anak para shahabat yang menghimpun manusia untuk menyerang Utsman hingga mereka berhasil. memobilisasi enam ratus orang penunggang kuda. Mereka berangkat ke Madinah dengan kedok sebagai orang-orang yang hendak berumrah untuk mengingkari apa yang dilakukan Utsman. Ketika mereka telah dekat dengan Madinah, Utsman memerintahkan Ali untuk keluar menemui mereka.

Alipun berangkat sedangkan saat itu posisi mereka berada di Juhfah. Mereka mengagungkan dan memandang tinggi wibawa Ali. Ali kemudian menjawab argumen mereka, memarahi mereka dan mencela mereka yang kemudian kembali dengan mencela diri mereka sendiri.

Marwan bin Al-Hakam datang menemui Utsman kemudian berkata, “Apakah aku berbicara atau diam wahai Amirul Mukminin?” Istri Utsman dari balik hijab berkata, “Diam saja kamu.” Setelah Marwan pergi istri Utsman berkata kepada Utsman, “Sesungguhnya kapanpun kamu menaati Marwan maka ia akan membunuhmu.”

Penduduk Mesir, Kufah dan Bashrah saling berkirim surat. Para penduduk Mesir hendak menetapkan wilayah mereka untuk Ali, penduduk Kufah bertekad kuat untuk mengangkat Zubair sebagai pemimpin dan penduduk Bashrah mengambil ketetapan untuk menyerahkan kepemimpinan kepada Thalhah. Masing-masing kelompok tidak ragu sama sekali bahwa rencananya akan berhasil dengan gemilang. Masing-masing kelompok kemudian kembali ke negerinya. Di tengah perjalanan mereka mendapati seorang kurir pengantar surat. Mereka kemudian menciduknya dan memeriksanya, ternyata di dalam tasnya membawa sebuah surat atas nama Utsman di mana isi surat itu adalah perintah untuk membunuh salah satu kelompok di antara mereka, menyalib kelompok yang lain dan memotong tangan serta kaki kelompok lainnya. Di atas surat itu terdapat tanda stempel Utsman sedangkan sang kurir surat sendiri adalah sala satu di antara budak laki-laki Utsman dan mengendarai unta Utsman bin Affan.

Utsman bin Affan berkata, “Demi Allah, aku tidak pernah menulis, mendikte dan aku tidak tahu apapun perihal surat itu.” Sedangkan perihal stempel, Utsman memeriksa tukang stempel. Sebagian mereka membenarkan dan sebagian yang lain mendustakannya. Surat itu dibawa oleh As-Sulami diatas unta Utsman bin Affan. Utsman sebelumnya sedang berkhutbah di atas mimbar menggunakan tongkat Nabi sebagai penyangga yang sebelumnya juga digunakan oleh Abu Bakar dan Umar. Jahjah berkata kepadanya, “Bangkitlah wahai Na’tsal -seorang Yahudi di Madinah- turunkanlah ia dari mimbar!” Jahjah kemudian mengambil tongkat itu dan memukulkannya pada lutut kanan Utsman hingg terpecah dan serpihannya masuk ke dalam lutut Utsman.

Luka itu tetap seperti itu hingga menggerogoti tubuhnya. Utsman turun. kaum muslimin membawanya. Utsman memerintahkan agar tongkat Rasulullah tersebut disambung sehingga tongkat itu lebih kuat. Orang yang pertama kal berani berkata buruk kepada Utsman adalah Jabalah bin ‘Amru As-Sa’idi.

Keeseokan harinya Utsman berkata kepada manusia, “Aku melihat Nabi di dalam mimpi, beliau bersabda, “Wahai Utsman, berbukalah Bersama kami malam ini.” Keesokan harinya beliau berpuasa. Pada hari itu beliau dibunuh. Adapun lama pengepungan rumah beliau adalah selama empat puluh hari, semoga Allah meridhai beliau. Radliyallaahu ‘anhu wa shallallaahu ‘ala nabiyyina Muhammad.

 

Sumber : Mukhtashar Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir rahimahullah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *