Gambaran : A punya utang kepada B, B punya utang kepada C, dengan utang yang sama antara keduanya. B berkata kepada A bahwa dia mengalihkan utangnya kepada C. Setelah A menerima, maka B terbebas dari tanggungan utang kepada A.
Syarat-syarat hawalah ada 4 (empat), yaitu:
1. Keridhaan Al-Muhil, yaitu orang yang mengalihkan utangnya (B).
2. Qobul atau Penerimaan dari Al-Muhtal, orang yang dialihkan piutangnya (A).
3. Keadaan hak masih tetap dalam tanggungan.
4. Kesamaan utang atau tanggungan antara Al-Muhil (B) dengan Al-Muhal ‘alaihi (C) dalam hal jenis dan macamnya, tunai dan tidak tunainya.
Dengannya, terbebaskan tanggungan atau utang Al-Muhil (B) atas Al-Muhtal (A).
Sumber : Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib
Catatan ringkas pejelasan dari beberapa kitab syarah:
Definisi Al-Hawalah
Secara bahasa : At-Tahawwul wa al-intiqal yaitu beralih dan berpindah.
Secara istilah : Akad memindahkan utang dari satu tanggungan ke tanggungan lainnya.
Bab Hawalah dibahas setelah Ash-Shuluh karena keduanya bertujuan untuk menghentikan perselisihan. Hawalah merupakan pengecualian dari jual-beli utang dengan utang, diberikan rukhshah karena ada hajat.
Rukun-Rukun Al-Hawalah:
1. Al-Muhil : orang yang memindahkan utangnya (B).
2. Al-Muhtal : orang yang dialihkan piutangnya (A).
3. Al-Muhal ‘alaihi : Orang yang menerima pindahan utang (C), dia wajib membayar kepada Al-Muhil (A). Disyaratkan bagi Al-Muhal ‘alaihi (C) : baligh dan berakal.
4. Al-Muhal bih : Hak Al-Muhtal (A) atas Al-Muhil (B) yang kemudian dialihkan kepada Al-Muhil ‘alaihi (C).
5. Piutang Al-Muhil (B) kepada Al-Muhtal ‘alaih (C)
6. Shighah atau lafazh, persyaratannya seperti pada shighah jual-beli.
Syarat-Syarat Al-Hawalah:
1. Keridha’an Al-Muhil (B) ; Al-Muhil ridho utangnya dialihkan, karena dia memiliki hak untuk membayar utangnya sendiri atau dengan dialihkan kepada selainnya.
2. Qobul Al-Muhtal (A) ; yaitu Al-Muhtal menerima permintaan dari Al-Muhil (B) sehingga hawalahnya sah. Apabila Al-Muhtal menolak, maka hawalah tidaklah sah.
3. Hak masih dalam tanggungan, yaitu utang tersebut memang pasti, seperti harga jual-beli ataupun mas kawin.
4. Kesamaan utang atau tanggungan antara Al-Muhil (B) dengan Al-Muhal ‘alaihi (C), yaitu utangnya Al-Muhil (B) kepada Al-Muhtal (A), sama dengan utang Al-Muhal ‘alaihi (C) kepada Al-Muhil (B) dalam hal jenis dan macamnya, tunai dan tidak tunainya, yaitu sama jangka waktu pelunasannya. Sehingga utang tidak bertambah satu dengan yang lainnya yang mana tidak menghasilkan keuntungan dari utang-piutang. Masing-masing juga harus saling mengetahui jumlah dan sifat dari utang.
Beberapa Faidah tambahan :
• Pada madzhab Abu Hanifah, apabila Al-Muhal ‘alaihi (C) mengingkari utang dan dia telah bersumpah, maka utang Al-Muhil (B) akan kembali ke Al-Muhtal (A).
• Apabila akad hawalah sudah dilakukan dan sah, kemudian Al-Muhal ‘alaihi (C) tak mampu membayar sesuai kesepakatan, maka Al-Muhtal (A) tidak bisa menuntut kembali utangnya kepada Al-Muhil (B).
• Tidak disyaratkan keridhaan dan penerimaan dari Al-Muhal ‘alaihi (C), karena bagaimanapun dia wajib membayar utang, entah kepada Al-Muhil (B) ataupun kepada Al-Muhtal (A).
والله تعالى أعلم..